EMPIEMA
1.
Pengertian
Empiema adalah terkumpulnya cairan
purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer
dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang
kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura.
Empiema juga di artikan,akumulasi
pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat
terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang
berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi
protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin).). Ketika pus terkumpul
dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga
pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya
perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi
kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian
paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
Empiema biasanya merupakan
komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang
terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari
infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
2.
Etiologi
a. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari
bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat
menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam
jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak
hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara
tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk
keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan
dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampa
berat/parah dan berpotensi fatal.
b. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),
,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis). Sebenarnya
ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa
menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus
atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau
tidak.
3.
Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke
pleura, maka akan timbul peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan
eksudat serous. Dengan banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup
maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan
kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantung-kantung yang
melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul fistel
bronkopleura, atau apabila menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit
maka disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang
lama kelamaan akan menjadi kronis.
4.
Patogenesis
Ada tiga stadium empiema toraks pada
anak yaitu :
a.
Stadium
1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari
pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan
mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil. Stadium ini
terjadi selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen.
Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang
rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH
yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat
perbaikan.
b.
Stadium
2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang
dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan
dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear,
bakteri, dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan
membran fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium
ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH
meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari dan sering membutuhkan
penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
c.
Stadium
3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa
pada membran pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan
membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk
drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan
hasil dari proliferasi fibroblas. Parenkim paru menjadi terperangkap dan
terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4
minggu setelah gejala awal.
5.
Manifestasi
Klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu
:
a.
Empiema
Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi
tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip
dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia,
anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul
fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif,
bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati
lemas).
Pada kasus empiema karena
pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan pneumonianya
membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia, empiema timbul sewaktu
masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E. coli
atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
b.
Empiema
Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut
dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlangsung selama
lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan
makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda
cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke
sisi yang sakit.
6.
Tanda
dan Gejala empiema :
a.
Demam
dan keluar keringat malam.
b.
Nyeri
pleura.
c.
Dispnea.
d.
Anoreksia
dan penurunan berat badan.
e.
Pada
auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
f.
Pada
perkusi dada ditemukan suara flatness.
g.
Pada
palpasi ditemukan penurunan fremitus.
Jika pasien dapat menerima terapi
antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan hasil dari chest X-ray dan thoracentesis.
7.
Penatalaksanaan
a.
Pengosongan
Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang
dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
b.
Closed
drainage – toracostorry water sealed drainage dengan indikasi :
- Nanah
sangat kental dan sukar diaspirasi
- Nanah
terus terbentuk setelah dua minggu
- Terjadinya
piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan
pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada
kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.
c.
Drainase
terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet
yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage
ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang
terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak
adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan
drain.
d.
Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat
utama dari sepsis, maka antibiotic memegang peranan penting. Antibiotic harus
segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat.
Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan
nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya.
Antibiotic dapat diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan
penisilin.
e.
Penutupan
Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali
rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan
demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
f.
Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar,
dengan indikasi :
- Drain
tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
- Letak
empiema sukar dicapai oleh drain.
- Empiema
totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
g. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan
ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding
toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
h. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan
drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
i.
Pengobatan
Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu
fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
ANAMNESA
a. Identitas pasien
1.
Nama
2.
Umur
(Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun)
3.
Suku/
bangsa
4.
Agama
5.
Alamat
6.
Pendidikan
7.
Pekerjaan
8.
Keluhan
utama (Batuk, mual, demam, sesak, dypsnea)
b. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien dengan riwayat penyakit masa
lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini misalnya batuk yang
lama dan tidak sembuh sembuh akibat infeksi.
c. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit keluarga, misalnya
asma ( genetik ) memeiliki peluang besar untuk terserang empiema
d. Riwayat lingkungan
Lingkungan kurang sehat (polusi,
limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang juga berperan dalam
memperburuk keadaan klien dengan empiema.
OBSERVASI
1. Keadaan umum
- Suhu
- Nadi
- Tekanan darah
- Breathing
PEMERIKSAAN PERSISTEM
Nafas pendek batuk menetap dengan
produksi sputum, riwayat pneumoni berulang, episode batuk hilang timbul.
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
- Bone
- Aspek Psikososial (hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, penyakit lama)
- Aspek perawatan Diri (penurunan kemampuan melakukan ADL)
- Sistem Endokrin (pembengkakan pada ekstremitas bawah)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- foto thorak
- kultur darah
- USG
- Sampel sputum
- Torakosenstesis
- Pemeriksaan cairan Pleura :
-
Hitung
sel darah dan deferensiasi
-
Protein,
LDH, glucose, dan pH
-
Kultur
bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Gangguan pertukaran gas akibat kerusakan alveoli.
- Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
- Kurangnya pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber individu.
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman.2008.Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba
Medika.
Amin, Muhammad dkk.1989.Ilmu
Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press
Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi:Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4.Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment