Isu
yang berhubungan dengan landasan etik keperawatan professional
Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya.Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika.Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia.Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional.(Doheny et all, 1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan.Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001)
Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi keperawatan.
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama dibidang biologi dan kedokteran telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi (catalano, 1991).
Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya.Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI.
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal
Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek profesional.
Perawat amemiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional.Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman.Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan.
Pendekatan berdasarkan prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain;
1.
Sebaiknya mengarah langsung untuk
bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang:
2.
Menghindarkan berbuat suatu
kesalahan;
3.
Bersedia dengan murah hati
memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya;
4.
Keadilan menjelaskan tentang manfaat
dan resiko yang dihadapi
Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip
menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak. Contoh; seorang ibu yang
memerlukan biaya untuk pengobatan progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak
dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang
paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap
menghargai otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak
masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi
yang masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu
sangat mengecewakan karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk
menetapkan prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik
diantara kedua prinsip yang berlawanan.Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip
dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih membingungkan.Hal ini dapat mengurangi
perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.
Kemajuan di bidang biologi dan kedokteran, telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi (cakalano, 1991). Kemajuan teknologi kesehatan saat ini telah meningkatkan kemampuan bidang kesehatan dalam mengatasi kesehatan dan memperpanjang usia. Jumlah golongan usia lanjut yang semakin banyak, keterbatasan tenaga perawat, biaya perawatan yang semakin mahal, dan keterbatasan sarana kesehatan, telah menimbulkan etika keperawatan bagi individu perawat atau persatuan perawat (Mc. Croskey, 1990)
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan dilema etik
1.
Etik adalah norma-norma yang
menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia, baik secara sendirian maupun
bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya (Pastur scalia, 1971)
2.
Etik Keperawatan adalah norma-norma
yang di anut oleh perawat dalam bertingkah laku dengan pasien, keluarga,
kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu pelayanan keperawatan yang
bersifat professional. Prilaku etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari pasien,
perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan.
3.
Kode Etik Keperawatan adalah suatu
tatanan tentang prinsip-prinsip imum yang telah diterima oleh suatu profesi.
Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang
memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan,
baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga masyarakat, teman sejawat, diri
sendiri dan tim kesehatan lain, yang berfungsi untuk
a)
Memberikan dasar dalam mengatur
hubungan antara perawat, pasien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan profesi
keperawatan.
b)
Memberikan dasar dalam menilai
tindakan keperawatan
c)
Membantu masyarakat untuk mengetahui
pedoman dalam melaksanakan praktek keperawatan.
d)
Menjadi dasar dalam membuat
kurikulum pendidikan keperawatan (Kozier & Erb, 1989)
4.
Dilema Etik adalah suatu masalah
yang melibatkan dua (atau lebih) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak
dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif
memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk
menentukan yang benara atau salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat
karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau
lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam
mengambil keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1985 ) dilema etik
merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan
atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan
yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan
emosional.
Prinsip-Prinsip Moral Dalam Praktek Keperawatan
Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu
sehingga membentuksuatu sistem etik.
Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan
dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu. (John Stone, 1989)
1.
Autonomi
Autonomi berarti kemampuan untuk
menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri, berarti menghargai manusia
sehingga memperlakukan mereka sebagai seseorang yang mempunyai harga diri dan
martabat serta mampu menentukan sesuatu bagi dirinya.
2.
Benefesience
Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau tidak menimbulkan bahaya bagi pasien.
Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau tidak menimbulkan bahaya bagi pasien.
3.
Justice
Merupakan prinsip moral untuk bertindak adil bagi semua individu, setiap individu mendapat pperlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan hidup seseorang
Merupakan prinsip moral untuk bertindak adil bagi semua individu, setiap individu mendapat pperlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan hidup seseorang
4.
Veracity
Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun suatu hubungan denganorang lain. Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang hal yang sebenarnya.
Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun suatu hubungan denganorang lain. Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang hal yang sebenarnya.
5.
Avoiding Killing
Merupakan prinsip yang menekankan
kewajiban perawat untuk menghargai kehidupan. Bila perawat berkewajiban
melakukan hal-hal yang menguntungkan (Benefisience ) haruskah perawat membantu
pasien mengatasi penderitaannya ( misalnya akibat kanker ) dengan mempercepat
kematian ? Kewajiban perawat untuk menghargai eksistensi kemanusiaan yang
mempunyai konsekuensi untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan dengan
berbagai cara.
6.
Fedelity
Merupakan prinsip moral yang menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu kewajiban mempertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Kewajiban ini meliputi meenepati janji, menyimpan rahasia dan “caring “
Merupakan prinsip moral yang menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu kewajiban mempertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Kewajiban ini meliputi meenepati janji, menyimpan rahasia dan “caring “
Kerangka Proses Pemecahan Masalah
Dilema Etik
Kerangka pemecahan dilema etik
banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses
keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain:
1.
Model Pemecahan masalah (Megan,
1989)
a)
Ada lima langkah-langkah dalam
pemecahan masalah dalam dilema etik.
b)
Mengkaji situasi
c)
Mendiagnosa masalah etik moral
d)
Membuat tujuan dan rencana pemecahan
e)
Melaksanakan rencana
f)
Mengevaluasi hasil
2.
Kerangka pemecahan dilema etik
(kozier & erb, 1989 )
a)
Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat
memerukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi :
-
Siapa yang terlibat dalam situasi
tersebut dan bagaimana keterlibatannya
-
Apa tindakan yang diusulkan
-
Apa maksud dari tindakan yang
diusulkan
-
Apa konsekuensi-konsekuensi yang
mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan.
-
Mengidentifikasi konflik yang
terjadi berdasarkan situasi tersebut
-
Membuat tindakan alternatif tentang
rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau
konsekuensi tindakan tersebut
-
Menentukan siapa yang terlibat dalam
masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat
-
Mengidentifikasi kewajiban perawat
-
Membuat keputusan
-
Model Murphy dan Murphy
-
Mengidentifikasi masalah kesehatan
-
Mengidentifikasi masalah etik
-
Siapa yang terlibat dalam
pengambilan keputusan
-
Mengidentifikasi peran perawat
-
Mempertimbangkan berbagai
alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
-
Mempertimbangkan besar kecilnya
konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
-
Memberi keputusan
-
Mempertimbangkan bagaimanan
keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien
-
Analisa situasi hingga hasil aktual
dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu
membuat keputusan berikutnya.
3.
Model Curtin
-
Mengumpulkan berbagai latar belakang
informasi yang menyebabkan masalah
-
Identifikasi bagian-bagian etik dari
masalah pengambilan keputusan.
-
Identifikasi orang-orang yang
terlibat dalam pengambilan keputusan.
-
Identifikasi semua kemungkinan
pilihan dan hasil dari pilihan itu.
-
Aplikasi teori, prinsip dan peran
etik yang relevan.
-
Memecahkan dilemma
-
Melaksanakan keputusan
4.
Model Levine – Ariff dan Gron
-
Mendefinisikan dilemma
-
Identifikasi faktor-faktor pemberi
pelayanan.
-
Identifikasi faktor-faktor bukan
pemberi pelayana
·
Pasien dan keluarga
·
Faktor-faktor eksternal
-
Pikirkan faktor-faktor tersebut satu
persatu
-
Identifikasi item-item kebutuhan
sesuai klasifikasi
-
Identifikasi pengambil keputusan
-
Kaji ulang pokok-pokok dari
prinsip-prinsip etik
-
Tentukan alternatif-alternatif
-
Menindaklanjuti
5.
Langkah-langkah menurut Purtilo dan
Cassel (1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4
langkah dalam membuat keputusan etik
-
Mengumpulkan data yang relevan
-
Mengidentifikasi dilemma
-
Memutuskan apa yang harus dilakukan
-
Melengkapi tindakan
6.
Langkah-langkah menurut Thompson
& Thompson ( 1981) mengusulkan 10 langkah model keputusan bioetis
-
Meninjau situasi untuk menentukan
masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk
individual.
-
Mengumpulkan informasi tambahan
untuk mengklasifikasi situasi
-
Mengidentifikasi Issue etik
-
Menentukan posisi moral pribadi dan
professional
-
Mengidentifikasi posisi moral dari
petunjuk individual yang terkait.
-
Mengidentifikasi konflik nilai yang
ada
Strategi Penyelesaian Masalah Etik
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara
perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat.Bila
ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga
menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)
Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah
dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan
dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi
untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat
permasalahan etis.
EUTANASIA
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM. Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan
Ditinjau dari sudut maknanya maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu eutanasia pasif, eutanasia agresif dan eutanasia non agresif
Eutanasia agresif :
suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya dengan memberikan
obat-obatan yang mematikan seperti misalnya pemberian tablet sianida atau
menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien.
Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia (eutanasia otomatis)yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Autoeutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif atas permintaan
Eutanasia pasif
Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia (eutanasia otomatis)yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Autoeutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif atas permintaan
Eutanasia pasif
Tindakan eutanasia negatif dimana tidak dipergunakan
alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si
sakit.Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak
(lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya
tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam
pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat
ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa
sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat
berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali
secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga
medis, maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang atau
keputusasaan keluargan karena ketidak sanggupan menanggung beban biaya
pengobatan. Ini biasanya terjadi pada keluarga pasien yang tidak mungkin untuk
membayar biaya pengobatannya, dan pihak rumah sakit akan meminta untuk dibuat
"pernyataan pulang paksa". Bila meninggal pun pasien diharapkan mati
secara alamiah.Ini sebagai upaya defensif medis.
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu :
-
Eutanasia diluar kemauan pasien:
suatu tindakan eutanasia yang
bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia
semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
-
Eutanasia secara tidak
sukarela:
Eutanasia semacam ini adalah yang
seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang
keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak
berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya
statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri
Schiavo).Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali
mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
-
Eutanasia secara sukarela :
dilakukan atas persetujuan si pasien
sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.
Beberapa tujuan pokok dari
dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
-
Pembunuhan berdasarkan belas kasihan
(mercy killing)
-
Eutanasia hewan
-
Eutanasia berdasarkan bantuan
dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela
Eutanasia di berbagai Negara
1.
Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal
dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di
Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien
yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon,
yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan
memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity
Act)[8]. Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan
euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal
berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka
diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan
sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15
hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah
satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua
harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa
pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan
mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri
hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya
baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari
tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasi
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasi
2.
Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda
menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini
dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002 , yang menjadikan Belanda
menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia.
Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak
untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam
Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih
dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda
secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia
dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul
tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun
telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang
melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum
3.
Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".
Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika ).
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".
Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika ).
Senator Philippe Mahoux, dari partai
sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut
menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis
adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan
hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya
4.
Inggris
Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktek kedokteran.
Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda). Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga
Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktek kedokteran.
Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda). Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga
5.
Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa ”Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa ”Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP
Eutanasia menuruit pandangan agama
1.
Agama Islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahim
lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan
mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah
yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2:
243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak
ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh
diri.Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan
belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik."(QS 2: 195), dan dalam ayat lain
disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29),
yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan."
Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya
(pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.[25]
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut
qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan
kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang,
dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun
negatif.
Pada konferensi pertama tentang
kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan
yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas
kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga
Ketua Komisi Fatwa MUI mengeluarkan fatwa yang haram tindakan Euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat). "Euthanasia itu kan pembunuhan," kata KH Ma`ruf Amin
Ketua Komisi Fatwa MUI mengeluarkan fatwa yang haram tindakan Euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat). "Euthanasia itu kan pembunuhan," kata KH Ma`ruf Amin
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa
yang mengharamkan dilakukannya tindakan Euthanasia (tindakan mematikan orang
untuk meringankan penderitaan sekarat)."Euthanasia, menurut fatwa kita
tidak diperkenankan, karena itu kan melakukan pembunuhan," kata KH Ma`ruf
Amin di Jakarta, Jumat (22/10).
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH Ma'ruf Amin mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH Ma'ruf Amin mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan, kondisi aktif adalah kondisi orang yang tidak akan mati bila hanya dicabut alat medis perawatan, tetapi memang harus dimatikan.
Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan "euthanasia", dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan membunuh orang dan karena faktor keputusasaan yang tidak diperbolehkan dalam Islam.Dia mengungkapkan, dasar pelarangan euthanasia memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran maupun Sunnah Nabi."Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah SWT," ujarnya menambahkan.
Ketua komisi fatwa MUI itu mengatakan, MUI akan menjelaskan dan mengeluarkan fatwa pelarangan euthanasia tersebut, apabila Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau institusi lainnya menanyakan kepada MUI. Dia menjelaskan, kasus permohonan euthanasia memang belum pernah terjadi di Indonesia, tetapi MUI telah menetapkan fatwa pelarangan tersebut setelah melakukan diskusi dan pembahasan tentang permasalahan euthanasia yang terjadi di luar negeri.
2.
Kristen
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai
denominasi tersebut misalnya :
-
Gereja Methodis (United Methodist
church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi
kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan
yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong
kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan
kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".
-
Gereja Lutheran di Amerika
menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang
bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis
tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral
dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi. Seorang
kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk
melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian
tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih
baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.
Sejak awalnya, cara pandang yang
dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan
"pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut
"kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup
dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan
pemberian tersebut Illustrasi kasus
Seorang wanita berusia 40 tahun menderita tumor dia menolak untuk di obati di karenakan biaya yang kurang mencukupi, namun dia pernah mendatangi puskesmas terdekat untuk berobat dan konsultasi untuk menyelamatkan hidup nya, maka di perlukan suatu operasi dengan segera. Tetapi dia tetap saja menolak untuk dioperasi dengan alas an tidak adanya biaya, tidak inggin orang lain (anak-anak nya) susah akan keberadaannya seperti itu dan membiarkan tumor itu menjadi besar hingga ia meninggal. Anak-anak nya pun tidak bisa berbuat apa-apa, dan mereka menghargai keputusan ibunya walaupun dengan berat hati.Begitu pula suaminya dia bekerja hanya sebagai kuli yang hanya cukup untuk keperluan sehari-hari saja.
Seorang wanita berusia 40 tahun menderita tumor dia menolak untuk di obati di karenakan biaya yang kurang mencukupi, namun dia pernah mendatangi puskesmas terdekat untuk berobat dan konsultasi untuk menyelamatkan hidup nya, maka di perlukan suatu operasi dengan segera. Tetapi dia tetap saja menolak untuk dioperasi dengan alas an tidak adanya biaya, tidak inggin orang lain (anak-anak nya) susah akan keberadaannya seperti itu dan membiarkan tumor itu menjadi besar hingga ia meninggal. Anak-anak nya pun tidak bisa berbuat apa-apa, dan mereka menghargai keputusan ibunya walaupun dengan berat hati.Begitu pula suaminya dia bekerja hanya sebagai kuli yang hanya cukup untuk keperluan sehari-hari saja.
ABORSI
Secara sederhana kata aborsi adalah mati ( gugurnya ) hasil
konsepsi. Artinya aborsi itu dapat dimulai dari sejak benih wanita (ovum )
dengan benih pria ( sperma ) mengadakan konsepsi. Kehidupan yang utuh dimulai
dari dua benih menjadi satu ( TWO IS ONE ).
Aborsi adalah : Berakhirnya suatu kehamilan ( oleh akibat – akibat tertentu ) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan / kehamilan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Aborsi itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alami tanpa adanya upaya - upaya dari luar ( buatan ) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yang terjadi akibat adanya upaya - upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Aborsi adalah : Berakhirnya suatu kehamilan ( oleh akibat – akibat tertentu ) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan / kehamilan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Aborsi itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alami tanpa adanya upaya - upaya dari luar ( buatan ) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yang terjadi akibat adanya upaya - upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Aborsi tetap saja menjadi masalah kontroversial, tidak saja
dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama.
Aborsi biasanya dilakukan atas indikasi medis yang berkaitan dengan ancaman
keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada diri si ibu,
misalnya tuberkulosis paru berat, asma, diabetes, gagal ginjal, hipertensi,
bahkan biasanya terdapat dikalangan pecandu ( ibu yang terinfeksi virus
). Aborsi dikalangan remaja masih merupakan hal yang tabu, jangankan untuk
dibicarakan apalagi untuk dilakukan
PEMBAGIAN ABORSI
1.
Pembagian Aborsi
a.
Aborsi spontan
b.
Aborsi Provocatus
2.
Kejadian aborsi
a.
Aborsi dalam pernikahan
b.
Aborsi dalam pra nikah
Ada 3 hal yang terjadi sebelum
aborsi :
1.
Adanya hubungan seks pria dan
wanita
2.
Hubungan seks dengan komitmen ( seks
dalam pernikahan )
3.
Hubungan seks tanpa komitmen (seks
di luar pernikahan)
Aborsi adalah dampak dari hubungan seks, artinya aborsi baru
terjadi apabila ada hubungan seks ( termasuk perkosaan / kekerasan seks ) dan
konsepsi kedua benih. Konsepsi dapat terjadi pada wanita yang sudah menstruasi
dengan laki - laki yang spermanya telah dewasa : dimulai dari kelompok remaja
sampai tua, kecuali pada wanita sampai menopause. . Aborsi itu sendiri ada
3 macam :
1.
ME (Menstrual Extraction) :
Dilakukan 6 minggu dari menstruasi terakhir dengan penyedotan. Tindakan aborsi
ini sangat sederhana dan secara psikologis juga tidak terlalu " berat
" karena masih dalam bentuk gumpalan darah, belum berbentuk janin.
2.
Diatas 12 minggu, masih dianggap
normal dan termasuk tindakan aborsi
yang sederhana.
yang sederhana.
3.
Aborsi diatas 18 minggu, tidak
dilakukan di klinik tetapi di rumah sakit besar.
Tetapi bagi kalangan pecandu atau pekerja seks aborsi seringkali terjadi saat usia kehamilan sudah diatas 18 minggu.
Tetapi bagi kalangan pecandu atau pekerja seks aborsi seringkali terjadi saat usia kehamilan sudah diatas 18 minggu.
Biasanya mereka akan mendatangi klinik - klinik yang mereka
ketahui dan mereka seringkali tidak memikirkan efek samping bagi tubuh mereka
sendiri. Mereka melakukan aborsi ini karena mereka tidak menginginkan kehamilan
tersebut dan terkadang mereka melakukan ini karena tidak ingin menularkan virus
pada bayi mereka, dikarenakan sebagian dari mereka mengetahui bahwa mereka
telah terinfeksi virus, tetapi bagaimana jika mereka tidak mengetahui jika
mereka terinfeksi virus dan menginginkan bayi tersebut lahir ? Ada juga dari
mereka yang memilih cara - cara alternatif, seperti melakukannya sendiri dengan
meminum jamu peluntur, loncat - loncat, mengurut perut, sampai memasukan benda
- benda tertentu kedalam rahim dan ada juga meminta bantuan orang yang mampu
mengatasi hal tersebut seperti mendatangi dukun dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri pengguguran kandungan tidak asing
lagi.Semakin banyaknya pecandu yang ada dan banyaknya juga pekerja seks maka
tingkat pengguguran kandungan pun semakin meningkat.Dan ini yang harus kita
waspadai dan perhatikan. Sebaiknya jika ingin melakukan aborsi diperhatikan
dahulu apa memang perlu adanya tindakan aborsi tersebut.
Remaja hamil, baik yang menempuh aborsi maupun yang
meneruskan kehamilannya, membutuhkan banyak biaya untuk pelaksaan aborsi atau
untuk perawatan kehamilan dan melahirkan.Biaya yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan aborsi bekisar antara Rp 300.000 sampai Rp 1.100.000, dengan rata -
rata biaya aborsi Rp. 415.000.Jumlah biaya terkecil dipakai oleh responden dari
bidan di Puskesmas atau Dokter.
Remaja yang meneruskan kehamilan membutuhkan biaya perawatan
kehamilan dan kelahiran anaknya. Berbeda dengan remaja yang melakukan aborsi,
remaja yang melahirkan anak umumnya mendapatkan bantuan dari orang tua .Dari
responden yang melahirkan, sekitar 15% biaya ditanggung bersama dengan pasangan
dan 11% ditanggung oleh pasangan.
Sebagian besar mereka tidak memeriksa kandungannya secara
rutin karena merasa malu keluar rumah dengan perut besar tidak lama setelah
menikah atau tanpa menikah.Mereka rata - rata baru memeriksa kandungannya
setelah berusia lebih dari 4 bulan.Empat bulan pertama kehamilan adalah periode
yang berusaha disembunyikan dan bahkan digugurkan.
KASUS - KASUS ABORSI
Seorang pecandu yang sudah clean memiliki pengalaman pernah
melakukan aborsi karena ia dulu memakai narkoba. Karena untuk mendapatkan drugs
ia memerlukan uang banyak untuk memenuhi kebutuhannya itu dan ia pun rela
sampai menjual dirinya agar mendapatkan drugs. Karena pekerjaan yang menurutnya
sangat menyiksa dirinya itu ia pun tidak menggunakan kondom dan ia sampai ke
tahap hamil, tanpa mengetahui siapa ayah dari bayinya tersebut. Ia terus
berusaha mencari uang lebih untuk kebutuhan drugsnya dan juga untuk membiayai
pengguguran kandungan yang tidak ia kehendaki tersebut. Sampai pada usia
kandungannya mencapai 3 bulan ia harus penggugurkan kandungannya dan itu
memerlukan uang yang sangat banyak, karena usia kandungannya sudah cukup besar.
Dan ini pun bukan pertama kalinya ia melakukan aborsi tersebut.
ABORSI DALAM PANDANGAN ISLAM
:
Sebelum membahas hukum aborsi, ada dua fakta yang dibedakan oleh para fuqaha dalam masalah ini.
Sebelum membahas hukum aborsi, ada dua fakta yang dibedakan oleh para fuqaha dalam masalah ini.
Pertama : apa yang disebut imlash ( aborsi, pengguguran
kandungan ).
Kedua, isqâth ( penghentian kehamilan ). Imlash adalah
menggugurkan janin dalam rahim wanita hamil yang dilakukan dengan sengaja untuk
menyerang atau membunuhnya.
Dalam hal ini, tindakan imlash ( aborsi ) tersebut jelas
termasuk kategori dosa besar; merupakan tindak kriminal. Pelakunya dikenai
diyat ghurrah budak pria atau wanita, yang nilainya sama dengan 10 diyat
manusia sempurna. Dalam kitab Ash - Shahîhayn, telah diriwayatkan bahwa Umar
telah meminta masukan para sahabat tentang aktivitas imlâsh yang dilakukan oleh
seorang wanita, dengan cara memukuli perutnya, lalu janinnya pun gugur.
Al-Mughirah bin Syu’bah berkata: '' Rasulullah saw. telah memutuskan dalam
kasus seperti itu dengan diyat ghurrah 1 budak pria atau wanita ''.
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Muhammad bin Maslamah,
yang pernah menjadi wakil Nabi saw. di Madinah. Karena itu, pada dasarnya hukum
aborsi tersebut haram.
Ini berbeda dengan isqâth al - haml ( penghentian kehamilan ), atau upaya menghentikan kehamilan yang dilakukan secara sadar, bukan karena keterpaksaan, baik dengan cara mengkonsumsi obat, melalui gerakan, atau aktivitas medis tertentu. Penghentian kehamilan dalam pengertian ini tidak identik dengan penyerangan atau pembunuhan, tetapi bisa juga diartikan dengan mengeluarkan kandungan baik setelah berbentuk janin ataupun belum dengan paksa.
Ini berbeda dengan isqâth al - haml ( penghentian kehamilan ), atau upaya menghentikan kehamilan yang dilakukan secara sadar, bukan karena keterpaksaan, baik dengan cara mengkonsumsi obat, melalui gerakan, atau aktivitas medis tertentu. Penghentian kehamilan dalam pengertian ini tidak identik dengan penyerangan atau pembunuhan, tetapi bisa juga diartikan dengan mengeluarkan kandungan baik setelah berbentuk janin ataupun belum dengan paksa.
Dalam hal ini, penghentian kehamilan ( al - ijhâdh )
tersebut kadang dilakukan sebelum ditiupkannya ruh di dalam janin, atau
setelahnya. Tentang status hukum penghentian kehamilan terhadap janin, setelah
ruh ditiupkan kepadanya, maka para ulama sepakat bahwa hukumnya haram, baik
dilakukan oleh si ibu, bapak, atau dokter.Sebab, tindakan tersebut merupakan
bentuk penyerangan terhadap jiwa manusia, yang darahnya wajib
dipertahankan.Tindakan ini juga merupakan dosa besar.
HUKUM ABORSI MENURUT UUD
Menurut hukum - hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau
pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “ Abortus
Provocatus Criminalis ”
Yang menerima hukuman adalah:
Yang menerima hukuman adalah:
1.
Ibu yang melakukan aborsi
2.
Dokter atau bidan atau dukun yang
membantu melakukan aborsi
3.
Orang - orang yang mendukung
terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 229
1.
Barang siapa dengan sengaja
mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan
atau ditimbulkan harapan, bahwa karenapengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
tiga ribu rupiah.
2.
.Jika yang bersalah, berbuat
demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai
pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
3.
Jika yang bersalah, melakukan
kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk
melakukan pencarian itu.
Pasal 314
Seorang ibu yang, karena takut akan
ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian,
dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri,
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan
niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak,
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya,
diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan,
sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan
atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
Pasal 347
1.
Barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2.
Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
Pasal 348
1.
Barangsiapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2.
Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Referensi
Ali, Zaidin H., (2000). Dasar-Dasar
Keperawatan Profesional.Jakarta : Widya Medika
Blais, Kathleen koenig, dkk,. (2002).
Praktik Keperawatan Profesional :Konsep& Perspektif. (Edisi 4).Jakarta : EGC
Deloughery, G.L. (1991), Issues and Trends in Nursing, Mosby Year
Book, St Louis Baltimore.
Gaffar, La Ode Jumadi. (1999).
Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Priharjo Robert, (2005). Konsep dan
Perspektif : Praktik Keperawatan Profesional. (Edisi 2).Jakarta : EGC
Reed, Pamela G (2003), Perspectives on Nursing Theory,Philadelphia
:Lippincot Williams and Wilkins
Soewandi, J (1991), Ringkasan Sejarah Keperawatan, Batara,
Jakarta