Saturday, February 15, 2014

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

PENDAHULUAN
Komunikasi     merupakan  
proses yang sangat  khusus dan
berarti dalam
hubungan antar manusia.
Pada    prof
esi
keperawatan  komunikasi menjadi lebih
bermakna
karena  merupakan  metoda     utama   dalam   mengimplementasikan
proses
keperawatan.
Pengalaman  ilmu   untuk
menolong sesama memerlukan   kemampuan   khusus dan kepedulian sosial yang besar
(Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus
dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan
interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang/ cinta
(Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki
ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin
hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah
terjadinya
masalah legal, memberikan   kepuasan   profesional 
 dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani),
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang
pengertian komunikasi termasuk
“therapeutic
use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan
tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

1.   
PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan   proses
kompleks yang     melibatkan       perilaku dan   memungkinkan    individu   untuk    berhubungan 
 dengan orang     lain dan dunia sekitarnya.
Menurut Potter dan Perry (1993),  komunikasi
terjadi pada  tiga tingkatan yaitu   intrapersonal, interpersonal   dan publik. Makalah  ini difokuskan pada komunikasi interpersonal
yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal   adalah   interaksi yang terjadi   antara   sedikitnya dua
orang
atau   dalam   kelompok  kecil, terutama  dalam  keperawatan.
Komunikasi
interpersonal  yang  sehat
  memungkinkan penyelesaian masalah,
berbagai ide,
pengambilan keputusan, dan
pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry
(1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis
komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.

A.  
KOMUNIKASI VERBAL

Jenis
komunikasi yang paling lazim digunakan    dalam   pelayanan
 keperawatan di rumah sakit adalah
pertukaran informasi secara   verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata
adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan
menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi
Verbal yang efektif harus:
1. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan
langsung.
Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin
kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara
secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan
contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk
dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan
dimana.
Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang
mengekspresikan ide secara sederhana. Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa
nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian
yang anda rasakan tidak enak.”
2.  Perbendaharaan
Kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak
mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam
keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat
menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi
penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada
mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan
lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru
anda”.
3.  Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap
kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau
ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu
kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien,
perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah
tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan
kondisi klien.
4.  Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan   dan   tempo   bicara   yang   tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain
mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga
kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal
tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti
kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar
yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah
ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5.  Waktu dan relevansi   
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan.
Bila klien sedang
menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan
resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi
waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena
itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu
pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan
berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
6.
Humor                   
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi
pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

B.   KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal
yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal.
Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:

1.   Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga
pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah
suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang
berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan
pengirim terhadap pendengar.
Contoh: tersenyum ketika sedang marah.
2.   Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama
yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam
20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap
seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry,
1993).Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status
sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri.
Perawat
yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan
profesional yang positif.
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien
terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien
mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun
penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan
lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat
tidak memenuhi citra klien.
3.   Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap
arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang
berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang
tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.



4.   Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi
utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik,
bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan
pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi
interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan
diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk
menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika
sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk
sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan
dalam keadaan sejajar.
5.   Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep
diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat
dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh
faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
6.   Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian
disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam
hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika
membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika
memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian.
Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat
untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan.
Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa
walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu
diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh
klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.


2.       KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi
yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin
membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille
(1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat
tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa
yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson
(1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri  dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan
menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam
sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh
Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama
ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan
penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut
ini, treutama penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen
(1950) dan Wilson &
Kneisl
(1920), yaitu:
1.   Mendengarkan dengan penuh
perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal
bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan
non-verbal yang sedang dikomunikasikan.



Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:
a.  Pandang klien
ketika sedang bicara
b. Pertahankan   kontak     mata   
 yang     memancarkan    keinginan    untuk
     mendengarkan.
c.  Sikap tubuh
yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
     atau tangan.
d.  Hindarkan
gerakan yang tidak perlu.
e.  Anggukan kepala
jika   klien   membicarakan
hal penting atau memerlukan
     umpan balik.
f.   Condongkan
tubuh ke arah lawan bicara.

2.   Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti
bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak
setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku
klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan
tidak
setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
Berikut ini  sikap perawat yang
menunjukkan penerimaan :
a.
Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b.
Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
c.
Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat,
mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat
dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda
ucapkan.” (cocok 1987)

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.   
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan
dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya
klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan
umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan
mengharapkan
komunikasi
berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode
ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai
arti yang berbeda. Contoh:
 - K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam
saya terjaga”
 - P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk
tidur….”

5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu
menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian,
karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang
konkrit dan mudah dimengerti klien.
Contoh: - “Saya tidak
yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
   - “ Apa yang
katakan tadi adalah…….”

6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan
pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya
memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali
jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
Contoh:
“ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.

7. Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima
dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal
klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh:
- “ Anda tampak cemas”.
   - “ Apakah anda
merasa tidak tenang apabila anda……”

8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang
lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi
merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa
percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan
nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien
untuk membuat keputusan.

9. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan
ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan
klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya,
dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap
dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi.
Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .

10. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang
telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas
pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya,
sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
Contoh:
- “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

11. Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya,
menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri
sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya,
dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi
mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan
untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.
Perlu
mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat
dapat
mengatakan demikian.”
Contoh: - “Selamat pagi
Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
-      
“Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

Dalam ajaran
Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena
berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam
menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan
akrab.

12. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara
verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya
dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik,
tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh:
- “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam
memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti
tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil
inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh:
- “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
   - “ Apakah yang
sedang saudara pikirkan?”
   - “ Darimana
anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir
seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang
sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
Perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
Contoh: -
“…..teruskan…..!”
   - “…..dan
kemudian….?
   - “ Ceritakan
kepada saya tentang itu….”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan
menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan
menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan
dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan
dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang
pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Contoh:
- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
   - “Kapan
kejadian tersebut terjadi”.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus
melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas
untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan
pengalamannya,
perawat
harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.
Contoh:
- “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan
        dioperasi”
     - “Apa yang
sedang terjadi”.

17. Refleksi
“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan
menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien
bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat
dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan
demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa
dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu
yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
   P: “Apakah
menurut anda, anda harus mengatakannya?”
   K: “Suami saya
sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa
         tidak
menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara
         dengannya.
   P: “Ini
menyebabkan anda marah”.

Dimensi tindakan
Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan
diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995,
h.23). Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan,
penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.

1. Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku
klien yang bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip
oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi
yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien
(ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
b.
Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c.
Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat
Konfrontasi 
 seharusnya   dilakukan   secara asertif bukan agresif/marah.Oleh
karena itu sebelum melakukan  konfrontasi perawat perlu mengkaji antara
lain:
tingkat  
 hubungan    saling  percaya
   dengan klien, waktu yang tepat,
tingkat
kecemasan dan kekuatan koping klien.
Konfrontasi sangat berguna untuk klien
yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi
perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan
digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya.
Perawat harus
sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan
membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat
Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri,
ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses
belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh
Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa
peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan
perawat klien.


4. Katarsis emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat
mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus
dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien
mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran
Membangkitkan
situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan antara
manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang
lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam
lingkungan yang aman.


DAFTAR
PUSTAKA


Hamid,
A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus,
W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major
medical centers. Ann
Intern Med 104, (3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A.
(1983).  
Introduction  to person-centered nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A & Perry,
A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and
Practice. Thrd edition. St.Louis:
Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to
Psychiatric Nursing
. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of
Psychiatric Nursing
. St. Louis:
Mosby Year Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health.
Journal of qerontology nursing 14 (1):20, 1988

No comments:

Post a Comment