Keperawatan Dalam Dunia yang Berbeda dalam Budaya dan
Sepiritual
A.
Kebudayaan
Pengertian budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa sanserketa yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut cultur, yang
berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan
juga sebagai mengolah tanah atau bertani.Kata cultur juga kadang diterjemahkan
sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat.Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.Istilah untuk pendapat itu sendiri
adalah Cultural Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu
yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
stuktur- stuktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut,
dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehinga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
mahluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan masyarakat.
Dari semua cabang ilmu kesehatan,
ilmu kesehatan jiwa yang paling dekat dengan agama, bahkan menurut Dadang
Hawari (1996) terdapat titik temu antara kesehatan jiwa dan agama. Pada
prakteknya, ilmu pengetahuan dan agama saling menunjang.Seperti yang dikatakan
oleh Albert Einstein, ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan orang buta, tetapi
agama tanpa ilmu pengatahuan bagaikan orang lumpuh.Merujuk pada pentingnya
pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa yang sehat banyak penelitian
dilakukan diantaranya sebuah penelitian yang mengatakan kelompok yang tidak
terganggu jiwanya adalah yang mempunyai agama yang bagus dan sebaliknya.
Penelitian lain yang disebutkan
dalam buku La Tahzan seseorang dinyatakan usianya tinggal beberapa bulan,
tetapi karena ia memilki koping yang baik berdasarkan pengalaman agamanya, ia
tetap bahagia menjalani hari-harinya dengan bernyanyi dan ceria, membuat
puisi-puisi yang indah. Ternyata orang tersebut mampu bertahan hingga
bartahun-tahun. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pressman, dkk (1990)
menunjukkan bahwa wanita lanjut usia yang menderita farktur tulang pinggul yang
kuat religi dan pengalaman agamanya, ternyata lebih kuat mental dan kurang
mengeluh, depresi, dan lebih cepat berjalan daripada yang tidak mempunyai
komitmen agama. Yang sangat penting dalam hal ini adalah sepiritual kebudayaan.
B. Spiritual
Spiritual itu sendiri merupakan
komitmen tertinggi individu, prinsip yang paling komprehensif tentang argumen
yang sangat kuat terhadap pilihan yang dibuat dalam hidup (farran et al 1989
dalam potter & perry, 2005).Sedangkan keyakinan spiritual adalah keyakinan
dalam hubungannya dengan yang maha kuasa & maha pencipta.Sebagai contoh
seseorang yang percaya pada Allah sebagai pencipta atau sebagai maha kuasa
(hamid, 2008).Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa spiritual
merupakan suatu keyakinan didalam diri yang berasal dari nilai-nilai ketuhanan
dan nilai luhur dari yang diyakini dan dijadikan sebagai sumber kekuatan untuk
menghadapi masalah dan ketenangan hidup.
Kesehatan spiritual merupakan
keharmonisan antara individu dengan orang lain, alam dan kehidupan tertinggi.
Keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai,
tujuan dan sistem keyakinan mereka dengan hubungan mereka didalam diri dan
dengan orang lain. Setiap individu mempunyai tiga kebutuhan yang harus dipenuhi
untuk mencapai sehat spiritual yaitu: kebutuhan akan arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan berhubungan, kebutuhan untuk mendapatkan
pengampunan.
C. Pengaruh kebudayaan
Persepsi seseorang terhadap kondisi
kesehatannya dipengaruhi budaya atau kebudayaan yang dimilikinya.Pada
masyarakat non industri menurut Helman (1994), pada umumnya mengartikan sehat
sebagai suatu keseimbangan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan
alam, serta manusia dengan supernatural.Pada masyarakat barat kondisi sehat
diartikan mencakup aspek-aspek fisik, psikologi, dan perilaku.Namun, persepsi
terhadap tingkat kesehatannya berbeda-beda tergantung dari golongan tempat
seseorang masuk didalamnya, hal ini juga dibuktikan hasil penelitian tentang
penggunaan pelayanan preventif.
Dalam setting penanganan kesehatan jiwa, budaya akan mempengaruhi bagaimana orang menyebutkan dan mengkomunikasikan masalah, menjelaskan penyebab masalah, mempersepsikan pelayanan kesehatan jiwa, menggunakan atau merespon penanganan kesehatan jiwa. Bagaimana kita dapat maju selangkah dan memberikan penanganan yang terbaik apabila kita tidak mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dari orang yang kita bantu? Bagaimana kita dapat mengatasi kesulitan bahasa, perbedaan budaya, pandangan setempat tentang sakit jiwa, persoalan gender, dan metode pengajaran / pelatihan yang berbeda.
Dalam setting penanganan kesehatan jiwa, budaya akan mempengaruhi bagaimana orang menyebutkan dan mengkomunikasikan masalah, menjelaskan penyebab masalah, mempersepsikan pelayanan kesehatan jiwa, menggunakan atau merespon penanganan kesehatan jiwa. Bagaimana kita dapat maju selangkah dan memberikan penanganan yang terbaik apabila kita tidak mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dari orang yang kita bantu? Bagaimana kita dapat mengatasi kesulitan bahasa, perbedaan budaya, pandangan setempat tentang sakit jiwa, persoalan gender, dan metode pengajaran / pelatihan yang berbeda.
Latar belakang budaya cenderung
untuk menginformasikan seorang memahami banyak penyakit. Jadi kepercayaan
budaya dapat mempengaruhi's perilaku seseorang melenguh sakit. Dalam
budaya itu, juga diyakini bahwa orang yang tidak mengeluh rasa sakit atau
ketidaknyamanan yang kuat dalam karakter (Shanahan & Bradshaw, 1995; Wills
& Wooton, 1999).
Manusia terdiri dari dimensi fisik,
emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi harus dipenuhi
kebutuhannya.Seringkali permasalahan yang mucul pada klien ketika mengalami
suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik) mengakibatkan
terjadinya masalah psikososial dan spiritual.Ketika klien mengalami penyakit,
kehilangan dan stres, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut
menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan
kebutuhan spiritual. Dengan kata lain apabila satu dimensi terganggu, maka
dimensi yang lain akan terganggu. Sebagai contoh apabila seseorang sedang sakit
gigi atau sakit kepala (dimensi fisik terganggu)maka akan sangat mudah baginya
untuk marah (dimensi emosional ikut terganggu). Untuk menghadapi masalah
distres spiritual perawat dapat memberikan intervensi yang ditujukan untuk
memenuhi beberapa hal yaitu: dengan membantu klien, memenuhi kewajiban
agamanya, meningkatkan perasaan penuh harap dan memberi sumber spiritual serta
membina hubungan personal dengan pencipta. Namun, dalam memberikan asuhan
keperawatan tersebut sebelumnya perawat harus mengkaji terlebih dahulu dan
menyesuaikan asuhan keperawatan sesuai dengan perkembangan aspek spiritual dari
klien.
D. Pengaruh Spiritual
Spiritual dan kehidupan individu
memiliki hubungan yang sangat kuat. Spiritual yang
tinggi akan meningkatkan pemahaman hidup individu tersebut. Pemahaman hidup individu tersebut terlihat dari dua domain spiritual dalam individu yaitu: semangat hidup dan harapan hidup. Pengakjian dan intervensi spiritual mampu meningkatkan semangat hidup dan harapan hidup pasien, kedua hal ini menjadikan individu dapat mengatasi masalahnya dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan, mencari bantuan kesehatan atau sikap patuh terhadap anjuran minum obat secara teratur.
tinggi akan meningkatkan pemahaman hidup individu tersebut. Pemahaman hidup individu tersebut terlihat dari dua domain spiritual dalam individu yaitu: semangat hidup dan harapan hidup. Pengakjian dan intervensi spiritual mampu meningkatkan semangat hidup dan harapan hidup pasien, kedua hal ini menjadikan individu dapat mengatasi masalahnya dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan, mencari bantuan kesehatan atau sikap patuh terhadap anjuran minum obat secara teratur.
Sebelum kita dapat menjelajahi mekanisme
yang tepat untuk menilai budaya kebutuhan pasien dan klien, kita perlu berpikir
tentang mengapa budaya merupakan penting sebagai bagian dari proses
keperawatan. menunjukkan budaya yang sangat sulit untuk menggambarkan dan tetap
jelas meskipun inti konsep ii sedikit (1995: Shanahan & Bradshaw).
Apakah efek seperti yang Anda pikirkan mungkin keyakinan terhadap prilaku
individu iour selama sakit?Apa dampak adalah perilaku tersebut cenderung
memiliki penilaian kesehatan proses?
Perawat yang bekerja di garis
terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan
spiritual klien.Perawat yang mempunyai tugas memenuhi kebutuhan spiritual klien
penting sekali mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, agar tepat
dalam memberikan asuhannya.Tahap perkembangan spiritual ini dimulai dari lahir
sampai meninggal. Didalam laporan tugas mandiri ini saya hanya akan membahas
mengenai perkembangan aspek spiritual pada remaja (12-18 tahun), dewasa muda,
dewasa pertengahan, dewasa akhir dan lanjut usia.
1.
Remaja (12-18tahun)
Pada
tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, Menggunakan
pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang.
Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup.Remaja menguji nilai dan
kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya.Secara alami,
mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak
konsisten.Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya
daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih
mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi
orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya
dan membimbing anak untuk bertanggung jawab.Seringkali muncul konflik orang tua
dan remaja.
2.
Dewasa muda (18-25 tahun
Pada
tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan melanjutkan
pencarian identitas jati diri dan spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan
kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan
sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama
pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak
memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.
3.
Dewasa pertengahan (25-38 tahun)
Dewasa
pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-benar
mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan
moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem niali. Mereka sudah merencanakan
kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan
nilai spiritual.
4.
Dewasa akhir (38-65 tahun)
Periode
perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji
kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi
yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini
kebutuhan ritual spiritual meningkat.
5.
Lanjut usia (65 tahun sampai
kematian)
Pada
tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini walaupun
membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang
menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi
kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang
agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik.Bagi
lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa
tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan
pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu
untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas
pada proses bukan pada kematian itu sendiri.
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia.Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka percaya.Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda.
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia.Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka percaya.Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda.
E. Komentar
Dalam
hal ini perawat harus multi fungsi dan siap menjadi contoh bagi masyarakat yang
mempunyai konsistensi yng sangat penting.
F. Kesimpulan
Pada intinya keperawatan adalah
komitmen tentang mengasihi (caring).Suatu elemen perawatan kesehatan
berkualitas adalah untuk menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga terbentuk
hubungan saling percaya.Rasa saling percaya diperkuat ketika pemberi perawatan
menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritual klien. Penerapan proses
keperawatan dari pespektif kebutuhan spiritual klien tidak sederhana. Hal ini
sangat jauh dari sekedar mengakaji ritual dan praktik keagamaan klien.Memahami
spiritualitas klien dan kemudian secara tepat mengidentifikasi tingkat dukungan
dan sumber yang diperlukan, membutuhkan persepektif baru yang lebih luas.
Persepektif tersebut melibatkan seluruh dimensi kebutuhan manusia yang terdiri
dari: dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap dimensi
harus dipenuhi kebutuhannya.
Dimensi spiritual menjadi sangat
penting untuk diperhatikan karena memiliki keterkaitan dan mampu mempengaruhi
dimensi lainnya, melalui dimensi spiritual akan terbentuk nilai dan keyakinan
dan tujuan hidup sehingga berpengaruh terhadap kemampuan dari dimensi lainnya.
Oleh karena itu penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dimensi spiritual, Untuk mendapatkan hasil
asuhan keperawatan yang tepat maka perawat dapat melihat klien berdasarkan
perkembangan aspek spiritual mereka, Kemudian membuat rencana tindak lanjut
berdasarkan tahap perkembangan spiritualnya.
Ali,
Zaidin H., (2000). Dasar-Dasar Keperawatan Profesional.Jakarta : Widya Medika
Blais, Kathleen koenig, dkk,. (2002).
Praktik Keperawatan Profesional :Konsep& Perspektif. (Edisi 4).Jakarta : EGC
Deloughery, G.L. (1991), Issues and Trends in Nursing, Mosby Year
Book, St Louis Baltimore.
Gaffar, La Ode Jumadi. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Priharjo Robert, (2005). Konsep dan
Perspektif : Praktik Keperawatan Profesional. (Edisi 2).Jakarta : EGC
Reed, Pamela G
(2003), Perspectives on Nursing Theory,Philadelphia
:Lippincot Williams and Wilkins
Soewandi, J (1991), Ringkasan Sejarah
Keperawatan, Batara, Jakarta
Yunarsih, S, Diktat Kuliah : Sejarah
Keperawatan, Jakarta, tidak dipublikasikan.
No comments:
Post a Comment